English
Assalamualaikum
As creatures of God we have these abilities are very limited, meaning that God had "accepted the fact" that humans have the ability to very minimal when compared with the existence of this universe. Allaah will make it easier for people in his business menghamba. La ilaha illallah Yukalifullahu Nafsan Wus'aha, humans will not be burdened beyond his ability. Ittaqullaaha Mastatho'tum, fear semampumu. Even though the concept godlike no dualism of the world and the hereafter, God "allow" people to find things that just are not worldly implications godlike. News of God down to man, the truth without any news it will still do so. Human is really very small compared with the greatness of God's own greatness far beyond the texts of the greatness of God.
However, human beings with limitations and kekerdilannya often "minimize" the greatness of God. Deify our own minds and then get stuck-nyekat God is limited in scope. By human thought, God is defined, it means (we) gave the human limitations on God's greatness, which is a denial would be the Maha Besaranya. The definition is not the answer to the question "What and Who is God" "God is not a function or role, the description of God will never end on a conclusion, whether God such as what and how, we can not predict and imagine Him. Laysa Kamitsliihi syaiun, none could match him. God must have imagined creatures unlike anything wrong results. He Glorified from every sense and his shadow creatures. Tawhid is not mengesakan and recognize the oneness of God. Esa God for himself alone, there was no influence whatsoever, you admit or not admit.
One form of idolatry is the provision of identity, an "understanding" of God which was then considered to have a final formulation: to formulate our own image of God and then imagine it as God's representative, after which it identifies a form of worship it as God Himself. God is untouched by any human idea. We only recognize his shadow, but his shadow was clearly not him.
God is not a scientific object, but of human thought menjadikanya an object to be studied with the rules and systematics resulting from the limited human mind. Ontological approach, humans make themselves as subjects who studied the object, namely: Lord, from this perspective, according to the subject, God is a function and role
We will not be able to translate the Lord in the scientific relationship, because the human mind will not be able to achieve this, the pinnacle of human knowledge itself is ignorance. An achievement that will never really come to a conclusion that is absolute. Creatures (read: humans) with Him God is not a subject-object approach, but a negation of the object approach, an approach to supreme knowledge, where human beings are not in a position as Khalifatullah, which in its role as an extension to the hand of God on earth using the power of thought to make up all things . Humans in this relationship takes a position as a creature whose role is nothing but just serving the Lord. Humans do not need to understand what and how God is; who merely need to understand is what God is like that has been informed by God himself: the Most Great, the Most Merciful and Compassionate, the Most Holy of the things that are not worth as well as other properties. That's faith.
Wallahualam, wassalamualaikum
Indonesia
Assalamualaikum
Sebagai makhluk Allah kita ini memiliki kemampuan-kemampuan yang sangat terbatas, artinya Allah pun “menerima kenyataan” bahwa manusia memiliki kemampuan yang sangat minim bila dibandingkan dengan eksistensi semesta ini. Allah pun mempermudah manusia dalam usaha menghamba kepada Nya. Laa Yukalifullahu Nafsan Illa Wus’aha, manusia tidak akan dibebani diluar kemampuannya. Ittaqullaaha Mastatho’tum, bertakwalah semampumu. Bahkan meskipun dalam konsep ilahiyah tidak ada dualisme dunia dan akhirat, Allah “mengijinkan” manusia untuk mencari hal-hal yang bersifat duniawi saja yang tidak memiliki implikasi ilahiyah. Allah menurunkan berita kepada manusia, yang sebenarnya tanpa berita itu pun tetap akan bertindak demikian. Manusia benar-benar sangat kecil dibandingkan dengan kebesaran Allah yang kebesarannya sendiri jauh melebihi teks-teks tentang kebesaran Allah.
Tetapi, manusia dengan keterbatasan dan kekerdilannya seringkali “memperkecil” kebesaran Tuhan. Mempertuhankan pikiran kita sendiri untuk kemudian menyekat-nyekat Tuhan dalam lingkup yang terbatas. Oleh pemikiran manusia, Tuhan didefinisikan; artinya (kita) manusia memberi batasan-batasan mengenai kebesaran Tuhan, yang merupakan pengingkaran akan ke-Maha Besaranya. Definisi bukanlah jawaban untuk pertanyaan “Apa dan Siapa Tuhan”“, Tuhan bukanlah suatu fungsi ataupun peran, deskripsi tentang Tuhan tidak akan pernah berakhir pada suatu kesimpulan, entah Tuhan seperti apa dan bagaimana, kita tidak dapat memperkirakan dan membayangkan Nya. Laysa Kamitsliihi syaiun, tidak ada yang mampu menyamai Nya. Allah dibayangkan makhluknya seperti apapun pasti hasilnya keliru. Ia Maha Suci dari setiap pengertian dan bayangan makhluk Nya. Tauhid bukanlah mengesakan dan mengakui keesaan Tuhan. Allah esa karena dirinya semata, tidak ada pengaruh apapun, anda mengakui atau tidak mau mengakui.
Salah satu bentuk pemberhalaan adalah pemberian identitas, suatu “pemahaman” tentang Tuhan yang kemudian dianggap sudah merupakan rumusan yang final: merumuskan Tuhan menurut citra kita sendiri dan kemudian membayangkan representasi itu sebagai Tuhan, setelah itu mengidentifikasikan wujud yang disembah itu sebagai Tuhan sendiri. Allah maha tak tersentuh oleh setiap gagasan manusia. Kita hanya mengenali bayangan Nya, tetapi bayangan Nya jelas bukanlah Dia.
Tuhan bukanlah objek ilmiah, tetapi pemikiran manusia menjadikanya sebuah objek yang dipelajari dengan aturan-aturan dan sistematika yang dihasilkan dari pemikiran terbatas manusia. Dengan pendekatan ontologis, manusia menjadikan dirinya sebagai subjek yang mempelajari objek, yaitu: Tuhan!, dari sudut pandang ini, menurut subjek, Tuhan adalah sebuah fungsi dan peran
Kita tidak akan mampu menterjemahkan Tuhan dalam hubungan ilmiah, karena memang pikiran manusia tidak akan mampu untuk mencapainya, puncak dari pengetahuan manusia sendiri adalah ketidaktahuan. Suatu pencapaian yang tidak akan pernah benar-benar sampai pada suatu kesimpulan yang mutlak. Makhluk (baca:manusia) dengan Tuhan Nya bukanlah pendekatan subjek-objek, melainkan suatu pendekatan peniadaan objek, suatu pendekatan makrifat, dimana manusia tidak dalam posisi sebagai Khalifatullah, yang dalam perannya sebagai kepanjangan tangan Tuhan di muka bumi menggunakan daya pikirnya untuk merekayasa segala hal. Manusia dalam hubungan ini mengambil posisi sebagai Makhluk yang perannya tidak lain kecuali hanya mengabdi kepada Tuhan. Manusia tidak perlu memahami apa dan bagaimana Tuhan itu; yang sekedar perlu dipahami adalah Tuhan itu seperti apa yang sudah diinformasikan oleh Allah sendiri: Maha Besar, Maha Penyayang dan Pengasih, Maha Suci dari hal yang tidak patut serta sifat yang lainnya. Itulah iman.
Wallahualam, wassalamualaikum
No comments:
Post a Comment